Sunday, February 28, 2016

Pengecut

Kalaulah boleh aku memilih, aku ingin memutar waktu sedikit kebelakang. Betapa bodohnya dulu kutanggapi omongan orangtuamu yang membuat aku berhutang ucap semakin banyak. Betapa semakin hari semakin aku tertekan karena jawabanku sendiri.

Kalaulah tau kau sebajingan ini, takkan mau kuturuti impi orangtuamu. Kalaulah mereka tau betapa aku ingin lepas, pasti mereka takkan memaksa. Sayangnya aku terlalu mencintai orangtuamu. Betapa ketika kita sudahi ini semua, akan banyak hati yang kecewa

Berapa lama lagi kan kita mainkan drama ini? Berapa banyak skenario lagi yang harus aku lakoni? Berpura-pura mencintai itu sakit. Memainkan peran sebagai calon menantu yang baik itu sulit. Tak pernah mau taukah kau bahwa aku tertekan?

Pagi ini ada satu lagi bukti kepengecutanmu. Setelah malam tadi segala makian saling terlontar, setelahnya kau datangkan kedua orangtuamu kerumah. Membujukku. Menyampaikan permintaan maafmu. Memintaku untuk kembali.

Ketahuilah kawan, bukannya aku luluh, aku semakin jijik padamu. Bayangkan jika aku tetap nekat melepas lajang denganmu, berapa banyak pihak yang kau libatkan dalam setiap pertengkaran? Harus berapa banyak orang kau biarkan tau tentang urusan rumahtanggamu sendiri?

Sungguh, kebiadabanmu itu tak termaafkan. Aku yang kau pandang hina ini ingin kau hinakan lagi? Kau anggap aku serupa seperti perempuan pemuas dosamu? Oh, kawan. Aku bukan sebodoh yang kau kira. Aku takkan sudi sampai kapanpun

Jika kau anggap aku pendosa, jangan cobai aku dengan menenggelamkan dirimu ikut berdosa bersamaku, seolah-olah aku lah induk dari segala kebiadaban.

Jangan.

Saturday, February 27, 2016

Surat dari Siti Nurbaya Modern Macam Aku

Melihat judul diatas pun aku sudah jengah. Aku tau kau pun pasti begitu. Berpuluh-puluh kali sudah kita berdebat. Mempeributkan hal yang itu-itu saja. Berpuluh-puluh kali itu pula aku hendak beranjak, segitu kali jugalah kau bergegas menahan.

Tidak adakah penat dihatimu? Sekali waktu emosi memenuhi kepalamu, lalu kau sentil aku. Kau ungkit masa lalu burukku. Kau buka luka lamaku. Kau buat aku makin benci pada kaummu. Kau buat aku makin jatuh, makin dalam.

Ya, kau sudah tau itu. Lalu mengapa memintaku bertahan? Lalu mengapa selalu merengek tiap kuutarakan niatku ingin pergi? Sementara setiap kata-katamu selalu tepat menohok jantungku, yang lalu kau tutupi dengan berlutut meminta ribuan maaf?

Asyik kah kau rasa bisa membuat aku menitikkan airmata? Oh, jangan kira aku menangisimu. Mencintaimu saja pun aku belum. Aku menangisi diriku. Mengapa sebegitu harusnya aku hidup dengan kaummu kelak. Sementara akar pahitku masih menancap mantap didasar hatiku?

Kali ini aku benar-benar sudah jengah. Segampang kau bilang cinta, segampang itu pula kau kan terus mengingat. Hey, bahkan aku tak pernah meminta kau hadir. Aku bahkan jujur supaya kau menjauh. Ingat, sudah berapa kali kubukakan pintu hatiku agar kau segera keluar? Sadarlah. Kau yang minta menetap.

Aku bahkan sudah menawarkan, ada banyak pintu hati lain yang menunggu tuk kau ketuk. Setiap saat kau boleh saja melenggang pergi meninggalkan aku. Bahkan aku sudah bersumpah kelak jika kau pergi takkan sudi kuiiringi airmata. Tapi memang kepalamu kelewat batu, yang lalu diserasikan oleh mulut setajam belatimu.

Perempuan ini hanya ingin hidup. Perempuan ini akan selalu mengingat dosanya dulu tanpa perlu kau ingatkan oleh bibirmu yang lebih berdosa itu. Jangan anggap aku menganggapmu. Aku begini lebih karena menghormatimu. Aku begini lebih karena orangtuamu.

Melihat tingkahmu itu saja bisa membuat aku meratapi nasib 'Ya Semesta, apa tidak ada lelaki lebih biadab lagi untuk kau hadirkan (lagi) dalam hidupku? Mengapa pengecut semua yang datang? Mengapa sejenis lelaki modal sejuta omong yang selalu hadir? Apa cuma tinggal ini stoknya?'

Aku sudah terlalu sakit. Akan harapanku yang masih harus tertunda, akan kebodohanku dimasa lalu, akan hadirnya dirimu yang tidak begitu penting namun melelahkan hatiku. Jadi tolong, jangan tambahi tingkahmu. Kau diam dan tak bertingkah, dengan atau tanpa mengikuti alur-alur ini saja, sudah sangat membantuku.

Bayangkan jika kemudian kau semakin melunjak, jangan salahkan aku kalau pisau dapur tiba-tiba menancap tepat di atas kepalamu.



Tuesday, February 23, 2016

Tuhan Yesus Masih Ada

Sulit menjelaskan perihal yang rasanya ingin sekali untuk ditumpahkan, namun sudah terlanjur mengendap didasar hati sehingga tak tertumpahkan lagi. Ingin rasanya menangis sekuat-kuatnya, bertanya pada si empuNYA hidup, mengapa hal ini terjadi padaku yang memiliki semangat cukup tinggi?
Terlalu banyak quote yg berkata sana-sini, bahwa ciri orang maju ialah semakin banyak hambatan yang dialaminya. Entah si pembuat quote itu menulis berdasarkan kisahnya sendiri atau hanya ikut-ikutan saja, entahlah. Yang pasti diawal rasa kalut tadi, akal sehat saya tidak bisa mencerna arti quote tersebut.
Saya menangis. Wajar. Saya takut semua berbuah sia-sia. Saya terlanjur dirundung khawatir kalau-kalau saya dipaksa keadaan untuk menghentikan langkah, mengubur mimpi. Sampai saya menangis tak henti-hentinya. Luar biasa hebat ketakutan yang meliputi saya, tadi. Ya, tadi sebelum akhirnya saya sadar. Menangis bukan solusi. Sejak tadi saya mengijinkan ketakutan menggerogoti iman kepercayaan saya, sehingga saya lupa bahwa Tuhan masih ada. Namun saya terlalu asyik membiarkan diri tertampar mati-matian oleh pikiran negatif. Meratap bukanlah pilihan. Sebagai orang yang tidak bisa berbuat apa-apa, saya lalu berdoa. Saya coba untuk memusatkan pikiran kepada Bapa. Saya tau, inilah jalan keluarnya. Perlahan saya tumpahkan padaNYA lewat pejaman mata yang tetap dilukis oleh airmata, eratnya lipatan tangan dan khusyuk nya mengadu pada Allah lewat doa. Saya ingat akan sebuah puji-pujian rohani yg kalimatnya kurang lebih seperti ini 'Kita manusia hanya bisa bekerja semampunya, selebihnya biar Tuhan yang menyelesaikan'. Saya mencoba untuk mengimani setiap doa yang saya lantunkan. Saya perlahan percaya, dan berfikir tak ada gunanya kalur, menangis, meratap, atau takut. Saya lupa, atau mungkin karena saking takutnya saya tidak mendengar bisikanNYA untuk mengajak saya berdoa.
Begitu kata AMIN dipenghujung doa kuucap, hati serasa begitu tenang. Seolah segala gundahku tadi telah ditanggungNYA. Seolah ia berkata 'biar aku yang menyelesaikan'.

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya -1 Korintus 10:13

Aku tau bahwa engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMU yang gagal -Ayub 42:2

Ya, Bapa..JanjiMU YA dan AMEN.

Friday, February 12, 2016

Berdosakah Aku Bila..

Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. malam yang ga pernah bisa dimengerti sama Anggun, dimana letak kesalahannya. Beberapa bulan terakhir ini dia sudah sangat merasa jengah dengan kehidupan percintaannya. Merasa memang ada sesuatu yang harus ditanggapi serius meski sudah beberapa kali coba ia tepis. Ya, coba dia tepis karena bagaimana mungkin bisa hubungannya dengan Anggara bisa bertahan sampai 1 tahun lebih jika tidak ada sesuatu yang selama 1 tahun lebih itu juga berusaha Anggun tepis. Anggun memutar-mutar smartphonenya yang menampilkan wallpaper fotonya dengan Anggara di Kebun Raya Bogor, beberapa bulan yang lalu. Anggara tersenyum begitu bahagia dalam foto itu. Sementara Anggun, hai kamu Anggun yang ada di foto itu. Aku tau kau sedang tersenyum palsu, ujar batin Anggun saat menatap gambaran dirinya. Anggun meremas rambutnya. Ini benar-benar mengganggunya.
"Lu jahat, An" ujar Shinta pada sahabatnya itu kala Anggun usai menceritakan perihal perasaan hatinya, beberapa waktu lalu.
"Gue tau, Shin..gue jahat. Ga perlu lu bantu gue buat nyebutin itu lagi. Yang skarang gue bingung, gimana caranya gue ngomong sama dia"
"Lu kaya gini karena lu belum bisa move-on dari si Frans ya?" Selidik Shinta. Harus diakui oleh Anggun, prasangka Shinta itu memang benar adanya. Tapi ga seharusnya Shinta nanya hal yang udah jelas dia tau. Melihat Anggun hanya terdiam, Shinta membuang muka ke penjuru lain.
"Gue ga ngerti. Kenapa Frans bisa sampai bikin lu jadi kaya gini. Kurangnya Anggara apa, An?" Tanya Shinta. Mungkin itu juga yang akan menjadi pertanyaan Anggara jika sampai Anggara tau soal ini. Anggun memilih lebih banyak diam. Tak ada gunanya membela diri. Ini memang mutlak salahnya. SALAHNYA.
"Lu pernah kan, ngerasain cinta sama seseorang yang ga pernah bisa padam?" Anggun mencoba membela dirinya
"Biarpun cowok itu bajingan? Knock, Knock Anggun!! Wake up! Belum sadar juga mantan lu itu bajingan, hah?" Ujar Shinta menyela."gue jadi ga habis pikir sama lu An." Lanjutnya benar-benar tak habis pikir.
Shinta selalu mengagung-agungkan Anggara. Dewasalah (terlepas dari umur nya yang memang udah kepala 3), Matanglah (maksudnya umur), Ngayomlah, Wajahnya teduhlah, dan berbagai pandangan positif Shinta terhadap Anggara. Shinta sangat mendukung hubungan Anggun dengan Anggara. Dia yakin Anggara adalah yang terbaik untuk Anggun. Terlepas dari udah atau belumnya Anggun Move-On dari Frans, mantan kekasihnya yang tega mencampakkannya beberapa tahun yang lalu. Shinta selalu berharap Anggara bisa menjadi oase baru dalam kehidupan Anggun. Nyatanya tidak.
Malam ini, Anggara mengajak Anggun makan malam di salah satu rumah makan nusantara langganan mereka berdua. Anggara adalah pecinta kepala ikan pindang dan kebetulan hanya rumah makan inilah Anggara mendapatkan kepala ikan pindang yang gulainya pas dengan lidah. Anggara awalnya makan dengan lahap. Sampai pada satu titik matanya sekilas menatap wajah Anggun yang tidak bersemangat
"Kamu kenapa sayang?" tanya Anggara. "ada masalah ya di kantor?" lanjutnya lagi. Anggun hanya menggeleng sambil tersenyum enggan.
"Kamu udah beberapa bulan begini terus sayang. aku ada salah sama kamu ya?" tanyanya lagi. 'Nah! Disitulah letak kesalahanmu, mas! Kesalahanmu adalah kamu ga punya salah!' teriak Anggun dalam hati.
"aku ga kenapa-kenapa mas. kamu lanjut makan aja. aku cuma kurang enak badan dikit" jawab Anggun berkilah. Anggara cepat menyelesaikan makannya supaya cepat mengantarkan bidadarinya, Anggun untuk pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan di mobil pun didominasi oleh keheningan. Anggun lebih nyaman membuang pandangannya ke arah jendela di sisi kirinya. Anggara merasa serba salah.
Setiap setelah berjumpa dengan Anggara, Anggun pasti menangis. semakin lama ia pertahankan hubungan ini, semakin menumpuk rasa bersalahnya. Semakin rasanya ia ingin berlari saja. Begitu banyak dosa yang ia pupuk karena setiap hari, ada satu luka yang ia toreh pada hati Anggara, tanpa Anggara tau itu.
Sampai pada suatu malam di penghujung bulan Maret, Anggara mengajak Anggun untuk Candle Light Dinner di sebuat restoran elit di bilangan hotel di Jakarta Pusat. Anggun mengenakan terusan pemberian Anggara beberapa bulan yang lalu. Terusan berkerah sabrina berwarna hitam polos tanpa aksen lebay sedikitpun pada setiap detailnya 'Frans tidak pernah suka melihat aku mengenakan pakaian terbuka seperti ini. Frans lebih suka lihat aku pakai kaos dan jeans saja' pikir Anggun dalam hati membandingkan. Anggun benar-benar belum lepas dari bayang-bayang Frans.
"Sudah siap nona cantik?" Tanya Anggara dengan stelan tuksedo dan sepatu pantofel mengkilap. Anggun sampai mengangkat alis melihat gaya Anggara malam ini. Harus Anggun akui, Anggara terlalu berlebihan dalam men-treat dirinya. Ya, pada dasarnya wanita suka di-treat like a queen. Tapi bagi Anggun ini adalah hal yang berlebihan. 'Bahkan hanya untuk makan malam biasa saja, sudah berdandan seperti mau menghadiri undangan nikahan anak pejabat negara saja.WOW' umpat Anggun dalam hati.
"Mas, kita kenapa harus lebay gini sih mau makan malam biasa aja" ujar Anggun akhirnya saat mereka sedang diperjalanan
"Whoa..bener dugaan aku. kamu benar-benar lupa kalau hari ini ulangtahun aku. kamu kayanya benar-benar sibuk dikantor akhir-akhir ini ya sayang?" katanya sambil mengelus pelan kepala Anggun. Anggun melongo. Yaampun, segini tidak cintanyakah aku padamu, mas? Sampai aku lupa kalau hari ini adalah harimu?, ujar Anggun dalam hati. Anggun menatap wajah Anggara. Wajah itu tak sama sekali menunjukkan kemarahan. Malah wajah nya yang teduh itu senantiasa menaungi penampilannya. Oh, Tuhan. Mas, apa yang salah padamu? Mengapa aku tak bisa mencintaimu? Apa karena kau terlalu sempurna untukku mas?, jerit Anggun dalam hati.
"Maaf mas" ujar Anggun lirih, menangis. Sesungguhnya aku meminta maaf karena ketidakbisaanku untuk mencintaimu mas, tambahnya dalam hati
"Tidak apa-apa sayang. aku ngerti" ujarnya sambil tersenyum.
Lihat. Itulah salahmu mas! Marahlah padaku! Supaya ada alasanku untuk meninggalkanmu! Kali ini salahku sungguh fatal! Marahlah Anggara Utomo! Marah!!, jerit Anggun dalam hati mengiringi semakin derasnya airmata yang keluar membasahi pipinya
"Hei, sudah jangan menangis. luntur nanti make-up nya, sayang" ujar Anggara mencoba menyeimbangkan penglihatan antara menyetir dan menyeka airmata Anggun. Bagaimana mungkin aku tak menangis, mas. Lelaki sebaik dirimu tak mampu untuk kubalas cintanya. Aku hanya bagai perempuan pendosa yang sedang menjalin cinta dengan salah satu malaikat kebanggaan Tuhan. Tak mampu kuseimbangkan cintaku untukmu, isak Anggun dalam hati. Anggun mencoba unyuk menstabilkan emosinya. Mencoba untuk menyeka airmatanya.
"Kita udah sampai, sayang. Kita turun yuk" Ajaknya padaku. Ia sigap turun untuk membukakan pintu untukku. Anggun merasa dadanya sesak. Rasanya airmatanya ingin tumpah lagi. Tetapi sebisa mungkin Anggun menahan sampai nanti tiba dirumah.
Anggara ternyata sudah melakukan reservasi. Malam ini benar-benar ingin ia habiskan dengan Permainsurinya, Anggun. Wanita yang sudah 1 tahun lebih menemani hidupnya.
"Selamat Ulang Tahun ya mas. Semoga semesta tetap selalu melimpahkan mas dengan kebahagiaan" Ujar Anggun. Ragu-ragu ia perlahan menggapai tangan Anggara. Anggara menyambut hangat tangan Anggun dan menggengamnya lembut.
"Dan semoga kebahagiaan itu ialah Kamu, sayang." Tambah Anggara mantap. Saat mengatakan hal itu, Anggara lekat menatap mata Anggun. Seperti mentransfer getaran cintanya pada Anggun. Anggun refleks melepaskan genggaman Anggara dan membuang pandangannya ke arah lain, berusaha mencari topik lain. Untunglah tak berapa lama, makanan datang. Anggun mencoba untuk mencairkan suasana.
"Mas.." panggilnya
"Iya, sayang" sahut Anggara
"Kamu dengar ini deh. Bagus ga" katanya sambil meraih ponsel di dalam tasnya. mengutak atik layarnya sebentar lalu menyerahkannya pada Anggara. Anggara menerima ponsel itu lalu sedikit mendekatkannya ke telinga. Terdengar lantunan lagu lawas Westlife, My Love yang dinyanyikan oleh Anggun. Anggara terpelongo, menghentikan kunyahannya beberapa saat.
"Ini kamu yang nyanyi, sayang?" tanyanya akhirnya. Anggun mengangguk berusaha menunjukkan kebanggaannya.
"Astaga bagus banget sayang" Pujinya takjub. Ia berbisik, seperti enggan melewatkan sebaitpun dari lagu yang sedang. Anggun lantunkan di aplikasi Soundcloud tersebut.
Begitu lagu usai, ia balik mengutak-atik ponsel Anggun. Sekali lagi ia takjub melihat begitu banyak lagu yang Anggun coba cover di media Soundcloudnya.
"Astaga sayang, aku baru sadar kalau pacarku sendiri suaranya emas banget" pujinya lagi
"kamu lebay, mas" kilah Anggun terkekeh. Anggara lanjut mendengarkan lagu Broery Pesolima feat Dewi Yul - Jangan Ada Dusta Diantara Kita yang Anggun cover.
"bodohnya aku ya, sayang.. satu tahun lebih aku baru sadar kamu punya bakat nyanyi dan main gitar. kemana aja aku selama ini ya sayang? bodoh banget" ujar Anggara lagi sambil geleng-geleng kepala lesu. Anggun menatap wajah Anggara yang masih asyik masyuk mendengarkan lagu yang ia cover. Mas, akulah yang lebih bodoh. Jika aku mencintaimu dari awal kita berjumpa, pasti sudah dari awal pula kujadikan bakatku ini untuk merebut hatimu. Sama seperti yang kulakukan saat pertama kali aku mengambil hati Frans dan akhirnya ia jatuh cinta padaku, ujar Anggun lagi kali ini dalam hati.
"Kamu kok baru kasihtau aku sekarang sih, sayang? ini aku lihat postingannya udah lama-lama semua?" tanya Anggara tiba-tiba membuyarkan lamunannya.
Sengaja, mas. Aku sengaja. Supaya kamu tidak semakin dalam mencintai aku. Dan mungkin pun sekarang aku jadi merasa bersalah karena aku sudah memperdengarkan talentaku ini padamu, jawab Anggun dalam hati
"Sayang? Kok melamun?" Tanya Anggara lagi.
"Aku pikir ga terlalu bagus untuk kamu dengar, mas. makanya aku ga bilang ke kamu. cuma sekedar pengen aja itu mas" Jawabku berdalih
"Aku jadi tambah cinta sama kamu, sayang" ujar Anggara. "Aku semakin beruntung rasanya memiliki kamu" tambah Anggara, tulus.
Benarkan? Jika ku tau akhirnya begini, sampai kapanpun tak akan pernah aku memberitahukan hal ini padanya. Ini hanya akan membuat dosaku semakin banyak. Bodohnya kau, Anggun, umpat Anggun dalam hati. Rasanya Anggun ini menepuk jidat saat itu juga. Tetapi Anggun hanya memilih untuk tersenyum janggal.
Sambil melanjutkan makannya, Anggara berujar pada Anggun "Sayang, aku boleh request ga?" pintanya. Anggara memang jarang meminta sesuatu pada Anggun. Nyaris tak pernah, mungkin.
"request lagu apa, mas?" tanya Anggun sambil menyuapkan sesendok daging ayam yang dipotong dadu, dibakar dan dilumuri saus madu.
"Aku lagi suka sama lagu Naif yang judulnya Nyali" jawab Anggara bersemangat
"Hmm..nanti aku cari lirik sama Chord gitarnya ya mas. Sekalian aku pelajari dulu lagunya soalnya aku ga tau lagunya" sahut Anggun sambil menambahkan senyum.
"Makasih ya sayang..Anggap aja itu aku minta kado ulangtahun ke kamu, ya" Jawab Anggara sambil tertawa renyah. Anggun terpaksa ikut tertawa.
Malam ini sekembalinya ia dari makan malam dengan Anggara, ia kembali menangis. Menumpahkan segala yang membuat hatinya sesak sepanjang dirinya tadi bersama Anggara.
Pada suatu sore yang tenang, disaat hujan gerimis pun ikut menghiasi wajah sore itu, Anggun teringat pada permintaan Anggara. Ia lalu ia berinisiatif untuk mencari lagu itu di Media Youtube. Anggun ingin mempelajari lagu yang di-request oleh Anggara. Inti yang Anggun dapat dari lagu yang dinyanyikan oleh Band Naif itu adalah nyali untuk mengucapkan janji sehidup semati pada kekasihnya. Boleh juga lagunya, pikir Anggun jahil. Saat ia hendak mencari Chord gitar lagu tersebut di tab lain, matanya tertumbuk pada satu judul lagu milik Band Naif, yakni Cinta Untuknya. Entah keinginan dari mana, Anggun meng-klik tetikus menunjuk pada judul lagu. Tak perlu menunggu lama, Video Klip lagu itu pun muncul. Tetapi Anggun lebih terfokus pada liriknya. Awalnya ia mengira ini lagu cinta. Anggun salah. Tak terasa airmatanya jatuh. Mengapa lagu itu sebegini kompleksnya menyerang hati Anggun.Lagu ini sangat menohok perasaannya. Ini persis seperti kisah cintanya. Lagu ini seperti membuka pikirannya. Anggun lalu cepat meraih ponselnya. Mendengar lagu itu semakin meyakinkan Anggun, ada cara terbaik untuk mengakhiri semua ini.

Mas, aku ga bisa mainkan Chord lagu Nyali
Aku nyanyikan lagu Naif yg lain saja ya

Ketiknya untuk Anggara. Tak terlalu banyak berharap balasan karena ia tau, jam segini adalah jam nya Anggara sibuk dengan pekerjaannya. Yang sekarang ia lakukan adalah mencari Chord lagu Naif - Cinta Untuknya, dan mempelajarinya dengan baik. Setiap kali ia ingin mencoba menyanyikan lagu itu secara lengkap, Anggun terisak. Rasanya tak mampu menyakiti hati Anggara melalui lagu ini. Tentu Anggara akan menjadi sangat sensitif terhadap lagu ini kelak. Atau mungkin Dendam terhadap lagu ini karena Anggun menjadikannya tameng untuk mengakhiri semuanya. Rencananya, di penghujung lagu itu direkam, Anggun ingin membacakan puisi untuk Anggara. Mungkin tujuannya supaya Anggara semakin mengerti keinginan hatinya. Sekitar pukul sembilan malam, rekaman itu telah ia bagikan ke media Soundcloud. Pertanyaannya sekarang, apakah ia siap untuk membagikan tautannya pada Anggara atau tidak. Sesaat sebelum ia mengirimkan tautannya, Anggun memanjatkan doa lirih, 'Tuhan, ampunilah dosaku' katanya lalu mengeklik send. Tak lupa dibagian akhir pesan ia mengucapkan 'Selamat Ulang Tahun, mas'.
Awalnya Anggun tak menyangka itu akan menjadi pesan terakhirnya untuk Anggara. Awalnya ia mengira bahwa setelah mendengar rekaman itu, Anggara akan buru-buru menemuinya, minta penjelasan dan berusaha menahan Anggun agar tidak pergi. Tetapi sepertinya Anggun salah. Lelaki yang begitu pengertian itu pun begitu baik untuk tetap mau mengerti, mengapa Anggun akhirnya memilih jalan ini. Betapa selama ini ia tidak menyadari bahwa tak pernah ada cinta dari Anggun untuknya. Betapa selama ini dia selalu membutakan mata dan hatinya untuk selalu menganggap bahwa Anggun begitu mencintainya, sebagaimana ia mencintai Anggun. Anggara menghargai keputusan Anggun. Lewat rekaman Soundcloud itu, Anggun menyadarkan Anggara. semua menjadi jelas. Anggun menyelesaikan rasa bersalahnya, sementara Anggara mengerti bahwa ada cinta yang tak bisa dipaksa lagi.

Cinta Untuknya - Naif (Cover by Anggun Anindia)
Setelah sekian lama, kita hidup bersama
Menjadi sebuah kisah yang hampa
Bagaimana jadinya, andai semua ku buka
Berdosakah aku bila, ternyata
Ku tak pernah bisa cinta padanya

Andai ku bisa mencari cinta
Untuk ku persembahkan padanya
Kan ku berikan semua yang ada
Dimanakah kan kucari cinta
Yang seharusnya menjadi miliknya
Berdosalah aku bila, ku tak pernah punya cinta untuknya

Puisi dibagian akhir yang dibacakan Anggun diiringi petikan gitarnya (diiringi tangis pula)

Radarku menemukanmu di kala pagi buta
Menuliskan sesuatu yang kuanggap pantas untu menyapamu
Sejak pagi itu juga aku teringat akan kenangan kita
Teringat akan sejuta keindahan yang kau berikan padaku
Saat itu juga aku menyadari,
Bahwa dari setiap keindahan yang kau tabur untukku,
Aku tak pernah ada disitu
Aku tak pernah bisa merasakan kebahagiaan itu

Mataku buta, pun hatiku begitu
Aku tak mampu berbalas cinta denganmu
Apa yang kau beri kepadaku terlalu berat untuk ku pangku
Semakin dalam kau mencintaiku
Semakin dalam aku menyakitimu
Semakin lama kubiarkan ini
Semakin berdosalah diriku

Maafkan aku yang terlalu pengecut
Hatiku berteriak ingin berontak
Tetapi bibirku kelu memandang matamu dinaungi cinta untukku
Maafkan hati tak tersentuh ini
Entah karena beku masih mewarnai,
Atau karena aku terlalu tidak pantas untukmu
Semoga yang terbaik untukmu
Maafkan aku.

Selamat Ulang Tahun, Anggara


-aisp