Jika segelintir orang berkata bahwa Dia adalah tumpuanku untuk mendapatkan suaka,
Yang lalu kubenamkan segala yang sakit disetiap jengkal hatiku di hatinya
Mereka salah, tapi ada benarnya juga
Dia memang harapan terakhirku
Manusia yang memandangku utuh
Yang mengkonstruksi ulang sehabis ledakan dihatiku hanya dengan senyumnya
Pegangan tangannya kokoh menggenggam
Tanpa ragu meski beribu tusukan bertalu menyerangnya
Ia rela terhunus oleh kata-katanya sendiri untuk tetap mencintaiku sebagaimana adanya aku
Ia rela meringis memandangi airmataku menetesi tiap jengkal luka dihatinya
Tetapi setelah pengakuan menancap tajam dimemorinya
Ia tetap menyediakan pelukan hangat untuk menenangkanku
Aku harus jujur, engkau pernah kujadikan pilihan akhir dibalik keputusasaan diriku
Terkungkung pada rasa bersalah di masa lalu itu begitu menyiksa
Selalu menganggap bahwa aku sudah tak pantas lagi diperjuangkan
Adalah hal yang terpatri mantap disudut logikaku
Aku belum teryakini sepenuhnya, aku harus jujur akan hal itu
Tetapi apa yang terjadi sekarang, aku meyakininya sebagai proses
Waktu kelak akan menjadi bukti,
Apa kata-katamu nyata atau hanya sebagai obat penghilang rasa sakit sementara
No comments:
Post a Comment